Pemilihan Perusahaan
Pertama, yaitu menentukan perusahaan mana yang menjadi terkualifikasi dalam konteks PROPER. Secara teknis, perusahaan yang masuk dalam radar PROPER harus memberikan impact yang nyata terhadap lingkungan hidup.
Kedua, yaitu mengkurasi data yang berbasis laporan pelaksanaan dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup dari perusahaan yang telah terdaftar. Data swapantau ini tidak berdiri sendiri, karena akan dilengkapi dengan data empiris dari lapangan.
Ketiga, yaitu data yang telah dikurasi harus diolah menjadi sebuah bentuk rapor. Di mana rapor tersebut akan memuat beberapa poin penting, yakni laporan evaluasi kinerja dari perusahaan yang meliputi pengelolaan lingkungan hidup.
Keempat, yaitu memasuki tahapan pembahasan terkait dengan rapor yang telah diolah pada tahap sebelumnya. Pembahasan ini berkaitan dengan output dan mereview beberapa hal yang sifatnya teknis dari rapor sementara.
Bagaimana Mekanisme Pelaksanaan PROPER?
Proses implementasi dari PROPER melalui beberapa mekanisme yang telah ditetapkan secara kontekstual. Bagaimana mekanismenya?
Kriteria dari PROPER Apa Saja?
Secara teknis, PROPER memiliki kriteria penilaian yang dibagi menjadi dua poin penting. Yaitu, kriteria penilaian ketaatan dan kriteria penilaian yang melebihi aturan (beyond compliance). Dua kriteria ini menjadi fondasi kualifikasi penilaian yang ditetapkan oleh pemerintah.
Kriteria penilaian ketaatan menjadi kualifikasi yang lebih fundamental karena menelisik secara legal terkait dengan patuhnya perusahaan dalam memitigasi dan mengelola lingkungan hidup. Sehingga sebelum masuk ke dalam kriteria penilaian beyond compliance, maka harus menilai dulu kriteria penilaian ketaatan.
Oleh karenanya, ada beberapa variabel yang menjadi dasar penilaian ketaatan. Seperti, pengendalian pencemaran air, syarat dokumen lingkungan dan pelaporannya, pengendalian Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan pengendalian pencemaran udara.
“PROPER telah bertransformasi dari kriteria sederhana, yaitu penilaian pengendalian pencemaran air, kemudian berkembang menjadi kriteria yang mengusung perbaikan berkelanjutan, hingga sekarang mencakup kriteria daya tanggap kebencanaan. Berbagai kriteria tersebut diharapkan menjadi indikator bagi perusahaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan lingkungan yang berkelanjutan bukan hanya terfokus pada pencapaian profit”
Sedangkan untuk poin kriteria beyond compliance tidak statis seperti kriteria penilaian ketaatan. Artinya, kriteria beyond compliance diselaraskan dengan kondisi disrupsi yang sedang berkembang. Mulai dari instrumen kemajuan teknologi hingga isu lingkungan hidup dengan skala makro.
Ada beberapa variabel yang dinilai dari kriteria beyond compliance. Seperti, implementasi sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, usaha penurunan emisi, dan pelaksanaan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) pada limbah. Selain itu, ada konservasi air, perlindungan ragam hayati, dan program community development.
Baca Juga: Wajib Tahu! 3 Strategi Community Development
ILUSTRASI. OJK mencatat pertumbuhan aset di industri perbankan nasional mencapai 5% secara tahunan/pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/0411/2021.
Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan aset di industri perbankan nasional mencapai 5% secara tahunan (year on year/yoy) dengan nilai total aset mencapai Rp 11.427,96 triliun pada tahun lalu per November 2023. Pertumbuhan aset tersebut sejalan dengan tren kenaikan penyaluran kredit perbankan yang sebesar 10,38% yoy pada tahun lalu.
Bank dengan kategori modal inti (KBMI) IV menjadi bank dengan penguasaan aset terbesar yakni dengan porsi aset 50% dari seluruh total aset di industri bank nasional dengan total nilai aset Rp 5.742,33 triliun.
Masing-masing bank di KBMI 4 bahkan telah mencatatkan total nilai aset di atas Rp 1.000 triliun di tahun lalu.
Baca Juga: The Fed Pertahankan Suku Bunga, Bagaimana Dampaknya Terhadap Pasar Kripto?
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi jawara dengan nilai aset terbesar secara konsolidasi yakni mencapai Rp 2.174,22 triliun atau tumbuh 9,11% yoy sepanjang tahun 2023. Sementara itu secara bank only, Bank Mandiri mencatat nilai aset Rp1.688,85 triliun atau tumbuh 6,93% yoy.
Di posisi kedua ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang secara konsolidasi mencatat nilai aset sebesar Rp 1,965 triliun, tumbuh 5,33% yoy. Namun jika melihat nilai total aset secara bank only, BRI justru menjadi jawaranya dengan total aset sebesar Rp1.835,24 triliun pada 2023 lalu atau tumbuh 4,81% yoy.
Selisih total aset Bank Mandiri dengan BRI secara konsolidasi terpaut cukup jauh yakni sekitar Rp209,22 triliun pada 2023, bahkan gap tersebut naik dari Rp 126,91 triliun di akhir 2022. Hal ini disebabkan berbagai hal, salah satunya pertumbuhan kredit Bank Mandiri yang lebih tinggi 16,3% dibandingkan BRI yang tumbuh 11,2% yoy, serta kontribusi dari anak usaha masing-masing perseroan.
Sejalan dengan itu para bankir optimistis pertumbuhan aset yang berkualitas akan sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit tahun 2024.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan didorong oleh perekonomian Indonesia yang bakal tumbuh dengan baik di 2024, pihaknya menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 13%-15%, dengan strategi memperkuat kompetensi penyaluran kredit di segmen wholesale banking.
Sementara itu Direktur BRI Sunarso menyebut target kredit agresif di kisaran 11%-12% yoy dengan menyasar segmen pertumbuhan baru dari sektor ultra mikro.
Selanjutnya di posisi ketiga dengan total aset terbesar diisi oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan nilai aset secara konsolidasi sebesar Rp 1.408 triliun, tumbuh 7,1% yoy. Sementara secara bank only nilai aset BCA sebesar Rp 1.370,87 triliun atau tumbuh 6,82%.
Adapun PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) berada di posisi keempat dengan total nilai aset Rp1.086,66 triliun atau tumbuh 5,52%, sementara secara bank only nilai aset BNI mencapai Rp 1.048,73 triliun atau tumbuh 5,13% yoy.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggaraini mengatakan tahun ini pihaknya bakal konsisten mendorong pertumbuhan kredit yang berkualitas untuk menjaga pertumbuhan aset bank yang berkualitas.
Baca Juga: Ini Bank-bank Paling Efisien di Indonesia
“BNI akan konsisten dalam membukukan pertumbuhan kredit yang berkualitas dari segmen konsumen, Corrporate dan UMKM sehingga kualitas aset akan sehat dalam jangka panjang,” kata Novita.
Sejalan dengan itu BNI menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 9% sampai 11% pada tahun 2024.
Untuk menjangkau lebih banyak debitur, BNI bakal memperluas digitalisasi sejalan dengan proses pengembangan bisnis dengan transaksi yang lebih Advannce.
“Transformasi cabang hingga peningkatan skala bisnis perusahaaan anak yang memungkinkan BNI memiliki proposisi nilai atau value proposition dan customer injection yang unggul,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Reporter: Nurtiandriyani Simamora Editor: Herlina Kartika Dewi
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia punya beberapa bank yang masuk kasta tertinggi industri perbankan di Tanah Air. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melabeli bank dalam kategori ini sebagai Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) IV, dengan minimal modal inti Rp 70 triliun. Jumlahnya pun bisa dihitung jari sebelah tangan.
Mereka adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Total aset secara konsolidasi keempat bank tersebut luar biasa besar. Di mana bila dijumlahkan keempatnya memegang aset keuangan sebesar Rp 6.247 triliun per September 2023.
Industri perbankan di Indonesia pun memberikan daya tarik tersendiri bagi para investor dari luar negeri. Memang bukan tanpa alasan, karena kendati memiliki aset besar, keempat bank tersebut masih mencatatkan pertumbuhan aset di atas 5%. BMRI mampu meningkatkan aset konsolidasian 9,11% dalam setahunan. BBRI tumbuh 9,9%. BBCA naik 7,2%. Begitu pula dengan BBNI yang total asetnya mampu tumbuh 7% per akhir September 2023.
Tidak heran kalau salah satu raksasa keuangan di Korea Selatan, KB Financial Group (KBFG) kepincut dengan kue perbankan di Indonesia. Lewat Kookmin Bank, KBFG mengakuisisi Bank Bukopin dan masuk ke pasar Indonesia pada 2018. Setelah menjalani transformasi, PT Bank KB Bukopin Tbk (BBKP) kini mengusung merek dan logo baru KB Bank.
"Kami yakin dengan penggantian nama ini akan semakin meningkatkan kepercayaan nasabah sekaligus memperkuat brand 'KB' sebagai bank yang terdepan, terpercaya dan dicintai masyarakat Indonesia," ungkap Presiden Direktur KB Bank, Tom (Woo Yeul) Lee awal bulan ini.
Saat ini KB Bank memang masih berada dalam level KBMI II, dengan modal inti di kisaran Rp 6 triliun hingga Rp 14 triliun. Namun, backing bank ini bukan kaleng-kaleng karena ada Kookmin Bank yang punya aset senilai 519,05 triliun Won (atau setara Rp 6.124 triliun) perk akhir September 2023. Bisa dibilang ada bank setara 4 bank terbesar di Indonesia di belakang KB Bank.
Tentu akan sangat menarik melihat strategi KB bank di bawah arahan KBFG.
Tom (Woo Yeul) Lee optimis bisa mendorong perkembangan KB Bank di Indonesia. Apalagi ia melihat Indonesia memiliki masa depan yang baik dan masih akan terus berkembang.
"Populasi Indonesia enam kali lipat dari Korea Selatan (Korsel) dan yang terpenting Indonesia (memiliki) sumber daya alam yang akan membuat negara ini tumbuh lebih cepat dari Korsel," jelas Tom (Woo Yeul) Lee lagi.
Oleh karena itu, Tom menjelaskan bahwa KB Bank sudah memiliki rencana untuk membidik beberapa industri di Indonesia ke depan. Satu bocoran industri yang dibidik adalah electric vehicle (EV) atau mobil listrik. Perseroan akan membantu permodalan di sektor tersebut, karena melihat penggunaan EV di Indonesia telah bertumbuh dengan cepat.
"Saya melihat Indonesia akan menjadi negara pemimpin untuk industri EV, bukan hanya penyediaan kendaraan mobil roda empat. Tapi juga bus dan kendaraan umum lainnya," tegas Tom.
Saksikan video di bawah ini:
Pelaporan Kepada Berbagai Pihak
Kelima, yaitu melakukan pelaporan kepada beberapa pihak secara struktur seperti Dewan Pertimbangan dan pejabat di Kementerian Lingkungan Hidup. Pelaporan hasil ini akan mendapatkan feedback berupa komentar dan saran terkait dengan rapor sementara PROPER tersebut.
Keenam, yaitu rapor hasil dari pembahasan dan yang sudah dilaporkan kepada pihak terkait akan ditetapkan. Setelah itu, rapor ini akan didistribusikan kepada perusahaan terkait dan pemerintah.
Ketujuh, yaitu melakukan proses pemeriksaan yang diejawantahkan dengan pemberian peringkat serta menetapkan status peringkat PROPER pada perusahaan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Kedelapan, yaitu mengumumkan peringkat kinerja perusahaan dalam konteks PROPER kepada publik dan berbagai stakeholder.
Lalu Apa Kesimpulannya?
PROPER menjadi bentuk aturan, regulasi, dan kebijakan dari pemerintah untuk dapat mengoptimalisasi kinerja perusahaan dengan tetap memperhatikan sektor lingkungan hidup. Di lain sisi, melalui Kementerian Lingkungan Hidup, PROPER adalah landasan untuk mengimplementasikan good governance dalam mengelola lingkungan.
Baca Juga: Perbedaan CSR dan CSV, Catat Ya!
Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank di jajaran KBMI II, atau bank yang masuk kelompok modal inti lebih dari Rp 6 triliun sampai Rp 14 triliun menunjukkan optimismenya dapat mencapai target pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2023 sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB) yang telah ditetapkan di awal.
PT BPD Jawa Barat Banten Tbk (Bank BJB) misalnya, optimisme bank ini tidak berubah untuk mencapai target pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2023 di kisaran 9%-11%.
"Untuk target bisnis sesuai rencana bisnis masih on track, kami melihat bisnis terus bertumbuh, termasuk di kuartal terakhir tahun ini, sesuai guidance kami 9%-11% YoY," kata Yuddy Renaldi, Direktur Utama Bank BJB kepada Kontan belum lama ini.
Optimisme tersebut dapat dilihat dari laporan keuangan Bank BJB per Agustus 2023, dimana penyaluran kredit tercatat sudah mencapai Rp 114,94 triliun, atau tumbuh 10,6% YoY dari Rp 103,90 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Suku Bunga Acuan BI Naik, Bunga Deposito Siap Menyusul?
Yuddy menyebut melihat perkembangan dan potensi pertumbuhan kredit yang ada tersebut pihaknya memproyeksikan target dapat dapat tercapai hingga akhir tahun.
Adapun secara absolut nominal, Yuddy menyebut segmen konsumer dan korporasi menjadi kontributor terbesar untuk pertumbuhan kredit Bank BJB. Meski begitu dirinya mengatakan kredit segmen korporasi pertumbuhannya tidak seoptimis proyeksi mereka di awal tahun.
"Ini karena berbagai kondisi makro juga memperhatikan kondisi kas yang masih cukup besar dimiliki oleh korporasi untuk mendukung aktivitas operasional dan modal kerjanya, juga suku bunga yang masih tinggi saat ini," kata Yuddy.
Di sisi lain, Yuddy melihat kredit segmen KPR masih memiliki permintaannya cukup tinggi, terutama untuk kredit rumah subsidi.
Lebih lanjut, Yuddy bilang segmen konsumer dan ritel juga pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal pertama 2023, sehingga ke depan akan mampu membantu dalam pencapaian target pertumbuhan kredit di akhir tahun 2023.
Senada, PT Bank KB Bukopin Tbk juga optimis untuk mencapai pertumbuhan positif dalam penyaluran kredit hingga akhir tahun 2023. Wakil Direktur Utama Bank KB Bukopin Robby Mondong mengatakan pihaknya terus mengupayakan ekspansi penyaluran kredit sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja bisnis bank.
"Kami melihat potensi yang besar dalam segmen wholesale (korporasi) sehingga saat ini, segmen ini menjadi fokus kami sambil tetap mendukung pertumbuhan segmen small medium enterprise (SME) dan ritel," kata Robby kepada Kontan, Senin (23/10).
Robby menyebut dengan strategi tersebut, pihaknya percaya bahwa target pertumbuhan kredit sekitar 5%-6% YoY dapat tercapai hingga akhir tahun, dan akan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi Bank KB Bukopin yang berkelanjutan di masa mendatang.
Baca Juga: BI Perpanjang Insentif DP 0% Untuk KPR, Begini Respons Perbankan
Meski tidak menyebut rincian berapa besar kredit yang sudah disalurkan hingga Agustus/September, namun Robby bilang capaian perseroan hingga saat ini menunjukkan perkembangan positif.
"Pada semester pertama tahun 2023, kami mencatat pertumbuhan kredit baru yang signifikan, meningkat hingga 40% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya," katanya.
Segmen korporasi atau wholesale banking menjadi salah satu penopang pertumbuhan kredit yang signifikan di Bank KB Bukopin hingga saat ini.
Adapun strategi Bank KB Bukopin untuk mencapai target pertumbuhan kredit sesuai RBB, yakni dengan berfokus pada segmen korporasi atau wholesale terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh cross-selling dengan penyaluran kredit pada segmen SME dan ritel.
Reporter: Nurtiandriyani Simamora Editor: Tendi Mahadi
Video: Rp47 Triliun Dana Asing Kabur, Rupiah Nyaris Rp16.000 Per USD
Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan resmi melakukan perubahan aturan pengelompokan perbankan dari sebelumnya bank umum kegiatan usaha (BUKU) menjadi KBMI (Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti).
Adapun sebelumnya, bank umum dibagi dalam empat kategori berdasarkan modal inti, yaitu bank umum kegiatan usaha (BUKU) I, II, III, dan IV. Bank BUKU I memiliki modal inti di bawah Rp1 triliun, BUKU II Rp1 hingga Rp5 triliun, BUKU III lebih dari Rp5 triliun hingga Rp30 triliun, dan BUKU IV dengan modal inti lebih dari Rp30 triliun.
Dalam aturan yang terbaru, yakni POJK No.12/POJK.03/2021 tentang Konsolidasi Bank Umum, perbankan dikelompokkan dalam 4 kategori KMBI. KMBI 1 untuk bank yang memiliki modal inti kurang dari Rp6 triliun. KMBI 2 untuk bank yang memiliki modal inti Rp6 sampai Rp14 triliun. Lalu, KMBI 3 untuk bank yang memiliki modal inti Rp14 triliun sampai Rp70 triliun. Sementara itu, KMBI 4 untuk bank yang memiliki modal inti lebih dari Rp70 triliun.
Dengan demikian, kontestasi bank-bank papan atas nasional juga menjadi berubah. Pasalnya, dari sembilan bank besar yang sebelumnya ada di kelompok BUKU IV, sebanyak empat di antaranya masih memiliki modal inti di bawah Rp70 triliun.
Empat bank yang masuk jajaran kasta tertinggi yakni KBMI IV yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank Central Asia Tbk., dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Sementara itu, bank papan atas yang terpaksa turun kasta, artinya tidak lagi masuk di KBMI IV antara lain PT Bank CIMB Niaga Tbk., PT Bank Danamon Indonesia Tbk., PT Bank Pan Indonesia Tbk. serta dua anggota baru PT Bank Permata Tbk. dan PT Bank OCBC NISP Tbk.
PT Bank BTPN Tbk. dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. yang cukup ambisius naik ke kelompok bank papan atas dalam waktu dekat, juga harus kembali memupuk modal lebih kuat jika masih berkeinginan masuk ke jajaran kelompok bank terbesar nasional.
Mengacu pada aturan terbaru tersebut, OJK melakukan pengaturan antara lain peningkatan secara bertahap permodalan Bank Umum yakni pemenuhan Modal Inti minimum dan CEMA minimum Rp3 triliun paling lambat 31 Desember 2022. Khusus bagi BPD sampai dengan 31 Desember 2024.
Sehubungan dengan peningkatan Modal Inti minimum dan CEMA minimum menjadi Rp3 triliun tersebut, disadari tiering pengelompokan Bank Umum berdasarkan BUKU (Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha) perlu disempurnakan.
Oleh karena itu dilakukan reklasifikasi pengelompokan Bank Umum dari BUKU menjadi KBMI (Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti).
"Perlu diketahui dan penting untuk digarisbawahi bahwa reklasifikasi menjadi KBMI ini tidak mewajibkan Bank Umum untuk melakukan penyesuaian modal inti atau CEMA sesuai KBMI," sebut OJK dalam siaran pers OJK, Kamis (19/8/2021).
OJK menegaskan pengelompokan Bank Umum berdasarkan KBMI ini hanya diterapkan untuk kepentingan pengaturan ketentuan prudential Bank Umum tertentu serta untuk kebutuhan statistik.
"Tidak lagi dikaitkan dengan kegiatan usaha (produk/aktivitas) serta jaringan kantor sebagaimana pengelompokan berdasarkan BUKU."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Seperti kita ketahui, bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Namun seiring berkembangnya teknologi, layanan perbankan kini semakin beragam. Tidak hanya sekadar melakukan transaksi seperti transfer dan tarik tunai, kini kamu bisa membeli pulsa hingga kuota murah melalui ATM ataupun secara online.
Tahukah kamu bahwa bank-bank yang kita kenal selama ini ternyata dikelompokkan menurut tingkatannya? Ada bank skala kecil dan ada bank skala besar. Pengelompokan jenis bank ini diatur oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. Sistem pengelompokan ini dibuat guna meningkatkan daya saing di dalam dunia perbankan agar setiap perusahaan mampu berkembang dan memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh masyarakat di Indonesia.
Aturan tersebut kemudian diperbarui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan keluarnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank.
Kemudian mengacu pada POJK Nomor 12 /POJK.03/2021 tentang Konsolidasi Bank Umum, diatur pula mengenai peningkatan secara bertahap permodalan bank umum, termasuk bank berbadan hukum Indonesia (BHI), bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan kantor cabang luar negri, yakni pemenuhan Modal Inti minimum dan CEMA (Capital Equivalency Maintained Assets) minimum paling sedikit Rp3 triliun paling lambat 31 Desember 2022.
Sebelum adanya pengelompokan bank berdasarkan modal inti (KBMI), pengelompokan bank sebelumnya didasarkan pada kegiatan usaha yang dikenal dengan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Ketentuan mengenai BUKU dapat ditemukan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012. Di dalam PBI tersebut tercantum 4 kategori BUKU mulai dari BUKU 1 hingga BUKU 4.
BUKU 1 merupakan kategori terendah, sedangkan BUKU 4 termasuk kategori tertinggi dibanding BUKU lainnya. Agar kamu dapat lebih memahami perbandingan modal inti setiap kategori, berikut rinciannya:
BUKU 1: Modal inti sampai dengan 1 triliun rupiah.
BUKU 2: Modal inti lebih dari 1 triliun rupiah hingga 5 triliun rupiah.
BUKU 3: Modal inti lebih dari 5 triliun rupiah hingga 30 triliun rupiah.
BUKU 4: Modal inti lebih dari 30 triliun rupiah.
Karena adanya perbedaan dalam kepemilikan modal inti, maka tiap-tiap kategori memiliki kelengkapan layanan dan cakupan wilayah yang berbeda-beda. Untuk bank yang masuk ke dalam kategori BUKU 1 dan 2, wilayah kerjanya hanya mencakup wilayah nasional saja. Sementara kategori BUKU 3 dan 4 memiliki fasilitas layanan yang lebih lengkap dan bisa melayani urusan perbankan hingga ke luar negeri.
Dengan adanya pengelompokan ini, bank umum senantiasa terpacu untuk meningkatkan modal intinya sehingga level kategorinya juga bisa meningkat. Peningkatan kategori ini ini tentu saja akan berpengaruh terhadap cakupan kegiatan usaha yang lebih luas. Pada gilirannya, potensi pendapatan yang bisa diperoleh bank akan lebih besar.
Sejak tahun 2021, OJK tidak lagi mengklasifikasikan bank-bank umum di Indonesia berdasarkan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 1, 2, 3, dan 4. OJK kini menggunakan klasifikasi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI).
Dalam aturan terbarunya, OJK menaikkan modal minimal bank di tiap kategorinya. Mengapa penentuan modal inti begitu penting? Karena hal tersebut memiliki keterkaitan dengan tingkat keamanan serta kekuatan suatu bank dalam menghadapi risiko operasionalnya. Artinya, bank dengan modal inti yang tinggi memiliki tingkat keamanan yang tinggi dalam mengelola dana nasabahnya. Begitupun sebaliknya.
Berdasarkan modal intinya, bank dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu KBMI 1, 2, 3, dan 4.
KBMI 1: Modal inti sampai dengan 6 triliun rupiah.
KBMI 2: Modal inti lebih dari 6 triliun rupiah hingga 14 triliun rupiah.
KBMI 3: Modal inti lebih dari 14 triliun rupiah hingga 70 triliun rupiah.
KBMI 4: Modal inti lebih dari 70 triliun rupiah.
Pengelompokan ini berlaku untuk bank berbadan hukum Indonesia, bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, unit usaha syariah bank, dan kantor cabang bank luar negeri (KCBLN). Untuk unit usaha syariah bank, ketentuan modal inti mengacu pada modal inti bank yang menjadi induknya.
Perubahan penggolongan bank umum ini jelas berpengaruh pada posisi atau kedudukan masing-masing bank. Sebelumnya dengan menggunakan kategori BUKU, terdapat delapan bank umum yang menduduki ‘kasta’ tertinggi. Namun dengan kategorisasi yang baru dengan KBMI, hanya terdapat empat bank umum saja yang menduduki posisi tertinggi, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Central Asia (BCA), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI).
Perubahan sistem dari BUKU menjadi KBMI sempat membuat 5 bank “turun kasta”. Kelima bank tersebut adalah Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, PaninBank, Bank Permata, dan Bank OCBC NISP. Kelima bank tersebut kini digolongkan menjadi KBMI 3.
Setelah aturan ini dibuat, ke depannya tidak akan ada lagi bank umum yang memiliki modal inti di bawah Rp1 triliun. Pada tahun 2021 modal inti bank umum yaitu sebesar Rp2 triliun, dan Rp3 triliun di tahun 2022. Oleh karena itu, untuk bisa memenuhi persyaratan terkait modal inti, banyak bank kecil yang melakukan right issue atau penambahan modal dari investornya.
Apabila bank tidak mampu memenuhi modal inti minimum sampai batas yang dimaksud, bank-bank tersebut harus “terdegradasi” dan berubah status dari bank umum menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Namun untuk bisa bertahan, opsi untuk menggabungkan bank atau merger juga dapat dilakukan.
ILUSTRASI. Nasabah bertransaksi menggunakan mesin anjungan tunai mandiri di Jakarta, Selasa (15/10). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Statistik Perbakan Indonesia mencatat, per Juli 2019 total aset kategori bank umum kelompok usaha (BUKU) IV dengan modal diatas Rp 30 triliun sudah mencapai 4,396,67 triliun./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/15/10/2019.
Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di saat bayang-bayang perlambatan kredit, bank-bank KBMI 4 tampaknya tetap tenang. Setidaknya, hingga lima bulan pertama 2024, kredit bank-bank digital tetap tumbuh double digit.
Mayoritas kredit bank KBMI 4 pun tercatat tumbuh lebih dari catatan industri tersebut. Hanya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang tumbuh di bawah itu yaitu 10,64% YoY, namun secara nilai tetap menjadi yang terbesar senilai Rp 1.202 triliun.
Adapun, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi yang tertinggi di kalangan bank KBMI 4. Bank berlogo pita emas ini mencatatkan kreditnya tumbuh hingga 19,5% YoY.
Secara rinci, kredit Bank Mandiri di Mei 2024 senilai Rp 1.152 triliun. Sementara, periode sama tahun sebelumnya, kredit Bank Mandiri tercatat sebesar Rp 964 triliun.
Direktur Keuangan BMRI, Sigit Prastowo mengungkapkan dalam melakukan ekspansi kredit, pihaknya akan terus mendorong pertumbuhan kredit di segmen retail.
Harapannya, portofolio mix Bank Mandiri dapat menghasilkan pendapatan bunga yang dapat mengimbangi tren kenaikan biaya dana di tengah kondisi tingginya suku bunga acuan.
“Kami juga akan tetap berupaya menjaga tingkat biaya dana di level optimal untuk menjaga kestabilan tingkat suku bunga kredit dan profitabilitas,” ujarnya, baru-baru ini.
Maklum, saat ini industri perbankan memang sedang diterpa beban bunga yang tinggi. Alhasil, pendapatan bunga bersih tak tumbuh optimal.
Sebut saja, di Bank Mandiri hingga Mei 2024, pendapatan bunga bersih yang didapat senilai Rp 30,41 triliun. Pencapaian tersebut hanya tumbuh 5,29% secara tahunan (YoY).
Baca Juga: Bank Rakyat Indonesia (BRI) Catat Laba Terbesar di Antara Bank Big Cap Hingga Mei
Selanjutnya, ada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang mencatat pertumbuhan kredit hingga 15,92% YoY atau senilai Rp 826 triliun.
Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, pun mengungkapkan bahwa pihaknya mendorong penyaluran kredit di berbagai sektor, dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian sesuai dengan dinamika makro ekonomi domestik maupun global.
Ia juga menambahkan pertumbuhan kredit BCA diikuti perbaikan kualitas pinjaman. Ini sejalan dengan portofolio kredit yang direstrukturisasi berangsur kembali ke pembayaran normal.
“Biaya pencadangan juga kami review sejalan dengan perkembangan kualitas aset dan kondisi perekonomian Indonesia,” tandasnya.
Baca Juga: 4 Bank Besar Kompak Cetak Pertumbuhan Laba, Ini Pendorongnya
Terakhir, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mampu meningkatkan kredit sedikit lebih besar dari industri yaitu tumbuh 12,62% YoY. Nilai kredit yang disalurkan sebesar Rp 708 triliun.
Direktur Keuangan BBNI, Novita W. Anggraeni mengungkapkan bahwa pencapaian yang didapat sudah selaras dengan strategi yang diterapkan di BNI.
“Kita saat ini fokus pada pertumbuhan bisnis yang sehat melalui debitur corporate top tier beserta turunannya,” ujarnya, Jumat (28/6).
Ia juga pernah bilang bahwa dalam menentukan strategi pertumbuhan, BNI selalu mengedepankan tumbuh secara prudent. Khususnya di segmen korporasi baik swasta dan pemerintah.
“Kita melihatnya dari sisi risk appetite, kalau di kuartal 1 lalu sektor perdagangan dan listrik yang banyak,”ujarnya.
Asal tahu saja, Bank Indonesia (BI) mencatat kredit perbankan tumbuh 12,15% per Mei 2024. Angka tersebut melambat dari April 2024 yang mampu tumbuh hingga 13,09% dan Maret 2024 yang tumbuh 12,4%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Reporter: Adrianus Octaviano Editor: Putri Werdiningsih
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,
Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi telah merubah aturan pengelompokan perbankan dari Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) menjadi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI). Regulasi yang dikeluarkan 2 tahun lalu itu, mengelompokkan bank bank berdasarkan modal usaha lebih besar. Hanya bank dengan modal di atas Rp70 triliun yang berada dalam kasta teratas alias bank jumbo.
Sebelumnya, bank umum dibagi menjadi empat kategori yaitu BUKU I, II, III, dan IV, berdasarkan besaran modal inti.
BUKU I memiliki modal inti di bawah Rp1 triliun, BUKU II Rp1 hingga Rp5 triliun, BUKU III lebih dari Rp5 triliun hingga Rp30 triliun, dan BUKU IV dengan modal inti lebih dari Rp30 triliun.
Sedangkan dalam aturan pengganti, yaitu POJK No.12/POJK.03/2021 tentang Konsolidasi Bank Umum, empat KBMI yaitu KBMI 1 untuk bank dengan modal inti kurang dari Rp6 triliun, KBMI 2 untuk bank dengan modal inti Rp6 hingga Rp14 triliun, KBMI 3 untuk bank dengan modal inti Rp14 triliun sampai Rp70 triliun, dan KBMI 4 untuk bank dengan modal inti lebih dari Rp70 triliun.
Akibat perubahan ini, dari sembilan bank besar yang sebelumnya termasuk dalam kelompok BUKU IV, hanya empat di antaranya yang masih memiliki modal inti di bawah Rp70 triliun. Keempat bank ini, yang kini masuk ke dalam KBMI IV, adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Central Asia Tbk., dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Kelompok KBMI IV ini tidak berubah hingga kinerja kuartal III/2023 lalu.
Bank papan atas yang terpaksa turun kasta karena tidak lagi memenuhi persyaratan KBMI IV sejauh ini belum berhasil mengejar batas aturan modal inti. Bank-bank tersebut antara lain PT Bank CIMB Niaga Tbk., PT Bank Danamon Indonesia Tbk., PT Bank Pan Indonesia Tbk., serta dua anggota baru, yaitu PT Bank Permata Tbk. dan PT Bank OCBC NISP Tbk.
PT Bank BTPN Tbk. dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk., yang memiliki ambisi untuk naik ke kelompok bank papan atas, juga belum merealisasikan modal sebagai bank papan atas.
Sesuai aturan terbaru OJK, Bank Umum diwajibkan memenuhi Modal Inti minimum minimum sebesar Rp3 triliun paling lambat pada 31 Desember 2022, kecuali bagi BPD yang memiliki batas waktu hingga 31 Desember 2024. Regulasi modal ini sudah terpenuhi untuk bank umum, sedangkan BPD masih memiliki waktu untuk memenuhi aturan.
OJK menegaskan bahwa reklasifikasi pengelompokan Bank Umum menjadi KBMI tidak memaksa penyesuaian modal inti sesuai dengan ketentuan KBMI. Pengelompokan ini hanya diterapkan untuk kepentingan pengaturan ketentuan prudential Bank Umum tertentu dan kebutuhan statistik, tidak lagi terkait dengan kegiatan usaha atau jaringan kantor seperti pada pengelompokan berdasarkan BUKU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Tahukan Anda jika pembangunan yang masif akan mengakibatkan dampak yang negatif terhadap sektor lingkungan hidup? Untuk memitigasi dan meminimalisir dampak yang dihasilkan dari pembangunan, maka PROPER adalah solusinya.
Lalu sebenarnya PROPER itu apa? Kriteria dari PROPER apa saja? Lalu bagaimana mekanisme dari pelaksanaan PROPER? Jangan bingung, Olahkarsa akan membahas secara komprehensif terkait hal-hal yang berkaitan dengan PROPER.
PROPER adalah parameter penilaian dari perusahaan dan suatu lembaga terkait dengan aktivitasnya dalam mengelola sektor lingkungan hidup. Bentuk penilaiannya disandarkan pada beberapa indikator yang telah dirumuskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Pencemaran lingkungan dan kerusakan pada alam menjadi konsekuensi logis dari pembangunan dengan skala yang besar. Oleh karenanya, secara struktural pemerintah menetapkan PROPER sebagai landasan bagi perusahaan untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan.
Di lain sisi, PROPER juga mendorong agar perusahaan dapat memenuhi aturan serta regulasi yang telah dibuat oleh pemerintah dengan secara simultan memelihara sektor lingkungan hidup. Mulai dari konservasi energi, sumber daya alam hayati, hingga community development.
Anda pasti bertanya-tanya, sebenarnya PROPER itu singkatan dari apa sih? Mengutip dari Kementerian Lingkungan Hidup, jika PROPER merupakan akronim dari Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Baca Juga: 8 Peran Pendamping Sosial yang Harus Anda Tahu!